RSS
nama ku Annisa anggraini putri, tapi kamu bisa memaanggil aku dengan sebutan nisa saja, aku kuliah di IAIN SU, kata nya sih sebentar lagi bakalan berubah namanya jadi UIN SU, aku sekarang semester 2,aku tinggal di Lubuk Pakam, bagi yang gak tau Lubuk Pakam pasti tau Medan kan???,Lubuk Pakam itu daerah sekitar Medan, aku anak 4 dari 4 bersaudara, yaaaaa... anak paling kacil, prinsip dalam hidup ku "The Spirit Carries on Anyting", dmn kita itu selalu semangat dalam melakukan apapun...

CINTA ZALWA


CINTA ZALWA

            Rintikan hujan membasahi trotoar, udara terasa dingin, daun-daun kering berguguran dihembuskan angin, Zalwa berjalan menapaki jalan trotoar yang basah itu ditemani dengan jaket tebalnya ia terlihat beberapa kali melingkarkan tangannya kesekeliling tubuhnya, ia tetap berjalan  dengan langkah yang tergesah-gesah sampai akhirnya ia sampai di depan sebuah gedung apartement yang terdiri dari 4 lantai.   Zalwa memiliki tubuh yang langsing, ia tidak terlalu tinggi, warna kulitnya juga tidak terlalu putih, tapi dia memiliki lesung pipi yang dalam di kedua pipi nya dan hidung yang lumayan mancung.
            “Zalwa!” seseorang memanggilnya di tengah rintikan hujan, Zalwa menoleh kearah sumber suara itu, seorang wanita tengah berlari-lari kecil kearahnya dengan membawa sebuah payung berwana biru.
            “Kamu dari mana?” tanya wanita itu.
            Wanita itu bernama Desi, dengan kulit berwana kuning langsat, tubuhnya yang langsing, rambut panjang yang sedikit ikal, siapa saja lelaki yang melihatnya akan langsung jatuh hati kepadanya.
            “Aku dari Apotik, aku membeli obat sakit kepala,” jawab Zalwa sambil mulai berjalan beriringan dengan Desi memasuki gedung apartement.
            Zalwa dan Desi tinggal di gedung apartement itu, tapi mereka tidak satu apartement, Zalwa berada di apartement no 12 dan apartement Desi no 13 tepat disamping apartement Zalwa. Mereka telah lama bersahabat sejak Desi pindah ke gedung apartement itu.
            Zalwa dan Desi menaiki lantai ke dua gedung apartement itu. Tepat diujung koridor lantai dua apartement Zalwa dan Desi dengan pintu yang berwarna coklat muda.
            “Aku lupa meletakkan kunci apartement ku dimana,” gumam Desi sambil meraba isi dalam tasnya, ketika dia sampai di depan pintu apartementnya.
            “Coba kamu cari lebih teliti, mungkin saja terselip dibagian kantong tas kamu.”
            “Tidak ada,” jawabnya panik.
            “Coba kamu ingat-ingat dulu, apakah kamu benar-benar meletakkannya di tas kamu?” tanya Zalwa sambil menutup payung yang mereka pakai tadi.
            “Ya ampun aku baru ingat kalau tadi aku menitipkannya dengan kakek.” Jawab desi sambil menepuk dahinya sendiri.
            Desi terkenal dengan sifatnya yang pelupa.
            Kata sebutan kakek itu adalah untuk seseorang pria yang sudah berumur 63 tahun yang tinggal di apartement no 11, iia tinggal berdua dengan istrinya. Kakek sangat baik kepada mereka, ia telah menganggap Zalwa dan Desi sebagai cucunya sendiri.
            “Dari pada kamu berdiri terus di depan pintu, lebih baik kamu ikut saja ke apartementku, aku juga ingin menceritakan sesuatu kepadamu.” perintah Zalwa sambil membuka pintu apartementnya.
            “I thing that good idea,” Desi mengikuti langkah Zalwa masuk ke apartement nya. sambil membawa payungnya yang ditinggalkan Zalwa begitu saja di depan pintu.

***

            Sebuah ruangan yang berukuran 12 x 8, dinding yang dicat berwana  putih yang terdiri dari 1 buah kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur mungil yang tersusun rapi dan 1 ruang tamu yang dilengkapi 4 buah sofa berwana merah hati dan 1 mesin pendingin yaitu AC.
            “Akhirnya aku bisa meregangkan otot-otot ku,” celetuk Desi sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa.
            “Kamu mau minum apa?” tanya Zalwa ketika hendak jalan ke dapur untuk mengambil minuman.
            “ Kalau cuacanya dingin seperti ini, enaknya minum yang hangat-hangat, coklat panas aja deh.”
            “Oke tuan putri.”
            Desi hanya tersenyum mendengar sahabatnya memanggilnya dengan sebutan tuan putri.
            Zalwa telah tinggal di apartement ini selama 2 tahun, semenjak ia bekerja di salah satu perusahaan mata uang asing di Jakarta, sampai sekarang ia juga belum mengerti kenapa ia bisa diterima di perusahaan itu.
            “Silahkan di minum tuan putri!” sela Zalwa dan memberikan segelas coklat panas untuk sahabatnya itu.
            “ Terima kasih dayangku, hahaha…” tawa Desi pun pecah ke seluruh penjuru ruangan apartement.
            Zalwa tidak memperdulikan desi tertawa begitu kerasnya, tapi ia tiba-tiba termenung dan menghela nafas dengan berat, dia berusaha untuk tidak melihatkan kegelisahannya di depan sahabatnya. Tapi Desi telah merasakan kalau Zalwa memiliki masalah, serapat-rapatnya ia menyembunyikan suatu masalah, pasti lambat laun Desi akan mengetahuinya.
            “ Kamu mempunyai masalah ya?” Tanya Desi curiga
            Zalwa kembali menghela nafasnya yang berat, “Iya ni,” ia mengambil coklat panasnya dan meminumnya dengan perlahan.
            “ Kamu punya masalah apa wa?” Tangan Desi pun memegang bahu sahabatnya itu, berusaha untuk meyakinkan sahabatnya bahwa dia akan mendengarkan semua cerita tentang masalahnya.
            “ Mamaku,”
            “ Ada apa dengan mamamu? Apakah dia sakit?”
            “ Tidak,”
            “ Jadi, apa yang terjadi dengan mamamu?”
            Zalwa mengerjapkan kelopak matanya, ia berusaha untuk membuka mulutnya. “ Mamaku memintaku untuk menikah dengan pria pilihannya.”
            “ What?” Desi tidak percaya dengan kata-kata yang baru meluncur dari bibir sahabatnya. “Serius lo? Ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi, sampai dijodoh-jodihin segala.”
            “ Serius, kapan sih aku bohong denganmu?” sela Zalwa sambil menahan nafasnya.
            Sepertinya Zalwa benar-benar serius dengan ucapannya, wajahnya terlihat sangat bingung dengan keputusan apa yang akan ia pilih.” Coba kamu tanyakan lagi dengan mamamu, apakah ia benar-benar akan menjodohkanmu dengan pria pilihan nya” ujar Desi berusaha untuk menenangkan Zalwa.
            “ Aku sudah berusaha untuk menolak, tapi mamaku tetap saja memintaku untuk menikah dengan pria pilihannya.”
            “ Jadi, bagaimana dengan pria yang kamu suka selama ini?”
            “ Aku tidak tahu,” Zalwa menggelengkan kepalanya perlahan “ aku pun juga tidak tahu apakah ia juga menyukaiku juga, mungkin ia bukan jodohku.”
            Zalwa pernah berjumpa dengan seorang pria di kantornya, lelaki itu adalah rekan bisnis perusahaanya selama 1 bulan. Dialah yang ditugaskan managernya untuk melayani pria itu dengan baik. Kebersamaanya dengan pria itu selama satu bulan membuatnya jatuh hati dengan pria itu, tetapi setelah satu bulan mereka bersama, pria itu tidak pernah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia juga memiliki persaan yang sama dengan Zalwa sampai akhirnya tugas bisnisnya di perusahaan tempat Zalwa bekerja selesai.
            “ Bukankah kamu sangat mencintainya?” Desi sedikit berbisik.
            Zalwa hanya menenggelamkan wajah dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Desi.

                                                            ***

            Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela. Jarum jam bergerak dengan cepat seakan lepas kendali. Zalwa tetap saja menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut. Jam alarm yang berbunyi sejak setengah jam yang lalu tidak dihiraukannya.
            Tiiit tiittt tiiit, ponselnya berdering pertanda ada sebuah pesan masuk. Zalwa berusaha meraih ponsel yang berada di meja samping tempat tidurnya.
            “ Siapa sih? Tidak tahu apa hari ini hari libur, suka banget ganggu orang istirahat.” Guman Zalwa dengan sebal.
             Kamu dimana Zalwa? Kenapa jam segini kamu belum sampai ke rumah Zalwa?   Mata Zalwa terbelalak ketika ia membaca isi pesan yang ada di ponselnya. Ia lupa bahwa hari ini ia mempunyai janji dengan mamanya pulang ke rumah untuk bertemu pria pilihan mamanya.
            Zalwa bergegas ke kamar mandi untuk membasahi tubuhnya. Dinginnya air yang memuncrat dari shower head tidak terasa lagi, karena yang ada difikrannya hanya bagaimana caranya agar ia cepat sampai ke rumah.
            “ Andaikan saja ada pintu Doraemon” gumam Zalwa.
                                                            ***
            Sebuah rumah yang terletak di pinggir jalan besar,  memiliki halaman yang luas, rumah ini dapat dikatakan cukup besar. Tapi sayangnya rumah ini hanya dihuni oleh 4 orang, yaitu papa dan mama Zalwa, 1 orang pembantu rumah tangga dan seorang tukang kebun. Zalwa memutuskan untuk pindah dari rumahnya karena perusahaanya member fasilitas sebuah apartement yang tidak begitu jauh dari kantornya.
            Zalwa berlari tergesah-gesah melewati gerbang rumahnya, dia memasuki halaman dan sampai akhirnya ia sampai di depan pintu rumahnya, langkahnya terhenti ketika ia melihat papa dan mamanya sedang duduk dan berbincang-bincang dengan 2 orang dihadapan mereka.
            Apakah om dan tante ini yang akan menjodohkan anaknya denganku, lalu dimana pria yang akan dijodohkan kepada ku? Zalwa berbicara dalam pikirannya.
            “ Zalwa, ternyata kamu sudah datang,” suara mamanya membuyarkan lamunan nya. “ Masuklah sayang, om Surya dan tante Fitri telah lama menunggumu” ujar mama nya.
            “ Iya ma…” Zalwa melangkah perlahan memasuki rumahnya, tetapi dia tidak melihat pria yang akan dijodohkan kepadanya.Semoga saja pria itu melarikan diri, karena tidak mau di jodohkan oleh orangtuannya.
            Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman.
            “ Oh… itu ia sudah datang,” om Surya bangkit dari duduknya.
            “ Ya ampun, ternyata dia tidak melarikan diri karena perjodohan ini, apakah aku yang harus melarikan diri?” gumam Zalwa.
            Rasanya Zalwa ingin sekali lari sejauh mungkin agar ia terhindar dari perjodohan ini, atau mungkin saja ada seorang pangeran berkuda putih yang akan membawanya kabur dari perjodohan ini. Tapi langkahnya membeku ketika ia melihat seorang pria yang turun dari mobil itu. Pria itu memasuki rumah dan pria itu juga terkejut melihat sosok Zalwa di hadapan nya.
            “ Zalwa!”  ucap pria itu dengan terkejut.
            “ Mas Adit!” balas Zalwa yang idak kalah ikut terkejutnya.
            “ Oh, ternyata kalian sudah saling mengenal?” tanya om Surya.
            Zalwa dan Adit sama-sama mengangguk menandakan kalau mereka sudah saling kenal.
            Zalwa dan Adit sudah saling mengenal sejak dulu, Adit adalah rekan bisnis perusahaannya selama sebulan, yah… Adit lah pria yang selama ini ia cintai, Zalwa tidak menyangka kalau pria yang akan dijodohkan dengannya adalah pria yang selama ini ia cintai, rasanya ia ingin saja menanyakan kapan tanggal pernikahannya, tapi apakah mas Adit setuju dengan perjodohan ini?
            “ Kalau begitu lebih bagus, apalagi yang kita tunggu, langsung saja kita tentukan tanggal pernikahan mereka, lagian mereka juga sudah saling kenal, jadi untuk apa kita memakai tahap perkenalan, bukan begitu pak rangga?” ujar om surya dengan semangat.
            “ Yah, itu benar sekali,” balas papa yang tak kalah semangatnya juga.
            “ Tunggu-tunggu!” sela ku dengan cepat
            “ Apalagi yang kamu tunggu Zalwa?” tanya papanya heran.
            “ Zalwa hanya ingin bertanya, apakah mas Adit setuju dengan perjodohan ini?” tanyanya gugup sambil mencuri pandangannya ke arah Adit.
            Adit hanya menundukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah katapun., seperti ada yang disembunyikan olehnya.
            “ Tentu saja Adit setuju, kalau ia tidak setuju untuk apa ia datang ke sini, Bukan begitu dit?” ujar om Surya.
            “ Iya pa,” Adit menganggukan kepalanya dengan perlahan.
           
***

            Sebuah gedung yang dihadiri ribuan undangan, beberapa band ternama mengiringi acara pernikahan Zalwa dan Adit. Zalwa terlihat sangat bahagia karena ia bisa menjadi pendamping hidup dari pria yang sangat dicintainya, seorang pengusaha muda yang terkenal dengan ketampanan dan kesopanannya. Tapi lain halnya dengan Adit, ia terlihat begitu murung dan gelisah. Tapi ia masih bisa membalas senyuman Zalwa yang beberapa kali diarahkan kepadanya.
            Setelah acara resepsi pernikahan mereka, esok harinya Zalwa dan Adit pindah ke Yogyakarta karena sejak awal Adit telah ditugaskan di sana, dan ia hanya cuti beberapa hari untuk pulang ke Jakarta demi memenuhi permintaan orangtuanya untuk menemui gadis pilihan mereka yang kini telah menjadi istinya sendiri, Zalwa terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya agar ia bisa ikut dengan Adit. Sebenarnya Adit juga tidak memaksa Zalwa untuk ikut bersamanya. Dan ia juga berjanji akan pulang sebulan sekali untuk menjenguk Zalwa. Tapi sebagai istri yang baik ia harus ikut agar ia bisa mengurus Adit dengan penuh kasih sayang, dan ia juga tidak mau berpisah dengan pria yang sangat dicintainya itu. Tapi mama Zalwa terlihat sangat sedih melepaskan kepergian anak perempuan satu-satunya.
            “ Kenapa kamu harus ikut pindah juga sayang?” tanya mamanya sambil menghapus air mata yang jatuh tiada henti.
            “ Mama sendiri tahu, Zalwa sekarang telah menjadi istri mas Adit, dan sebagai istri yang patuh kepada suaminya, Zalwa harus ikut kemana pun mas Adit pergi ma,” jawabnya sambil menggenggam tangan mamanya.
            “ Tapi kamu masih ada pilihan lain bukan, lagian Jakarta Yogyakarta tidak terlalu jauh, Adit juga berjanji  akan pulang sebulan sekali untuk menjenguk kamu,”
            “ Ya ampun ma, sebenarnya Zalwa juga tidak mau berpisah dengan papa dan mama, tapi mau bagaimana lagi ma… pa… , Zalwa harus ikut dengan mas Adit, untuk mengurusnya, disana juga mas Adit punya rumah sendiri, dan kami bisa tinggal disana.” Ujar Zalwa meyakinkan mamanya yang tidak berhenti menangis.
            “ Apa yang dikatakan Zalwa itu benar ma, dia harus ikut dengan Adit, mereka telah menjadi pasangan suami istri, dan sebagai istri yang baik, Zalwa harus ikut bersama Adit dan mengurus suaminya.” timpal papanya sambil mengelus kepala anak kesayangannya.
            “ Iya Zahra, apa yang dikatakan Zalwa dan papanya itu benar,” sahut Tina mamanya Adit. “ Waktu itu kita juga sudah sepakat, kalau memang Adit dan Zalwa jadi menikah, Zalwa akan ikut pindah bersama Adit ke Yogyakarta.”
            “ Iya tin, maafkan aku yang telah melanggar kesepakatan kita bersama,” ujar Zahra mamanya Zalwa sambil menyeka air matanya. “ Tapi kamu janji ya sayang akan sering menjenguk mama,”
            “ Iya ma, aku janji,” jawab Zalwa sambil memeluk mama papanya dan sesekali menyeka air matanya yang juga ikut menetes.

***

            Jogja, kota penuh keistimewaan dengan berbagai tempat wisata didalamya, mulai dari wisata sejarah, wisata alam, wisata kuliner , wisata edukasi sampai dengan tempat hiburan yang menarik. Di kota inilah Adit dan Zalwa tinggal, rumah yang minimalis tapi terkesan mewah, yang terdiri dari dua kamar tidur, satu dapur, dua kamar mandi, satu ruang tamu dan satu bagasi mobil.
            “ Ini rumah kita mas?” tanya Zalwa ketika turun dari mobil dan melihat sebuah ruman minimalis di hadapannya.
            “ Iya, maaf ya wa, rumahnya tidak sebesar rumah kamu yang ada di Jakarta,”
sela Adit.
            “ Tidak masalah mas, aku bahagia tinggal dimana saja asal bersama kamu mas,”
ungkap Zalwa sambil tersenyum bahagia menatap Adit.

***

            Malam yang begitu tenang, bintang-bintang ikut menemani bulan malam untuk menghiasi langit yang gelap. Jangkrik juga ikut meramaikan keindahan malam ini, Zalwa berada di kamarnya, ia terlihat sedikit gugup karena malam ini ia hanya berdua  dengan Adit karena tidak ada satu orang pun yang ikut tinggal bersama mereka selain hanya mereka berdua.
            Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Zalwa segera bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan ke arah pintu, sebelum ia sampai, pintu telah dibuka dari arah luar dan sosok Adit pun terlihat di balik pintu. Di bawah cahaya lampu wajah Adit terlihat sedikit gelap tapi wajah itu mulai terlihat terang ketika Adit melangkah masuk.
            Keheningan terjadi, tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir mereka berdua, detik jam terdengar kencang seolah-oleh sedang mengiringi debaran jantung Zalwa, debaran itu semakin kencang ketika Adit melangkah semakin mendekatinya. Tanpa tersadar Zalwa melangkah mundur menjauhi Adit.
            “ Wa, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu,”
              Apa itu mas?” jawab Zalwa yang mulai menenangkan debaran jantungnya.
              Sebenarnya…” tiba-tiba Adit menghentikan kata-katanya dan menatap mata Zalwa.
            Zalwa begitu penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Adit, apakah semua itu ada hubungannya dengan pernikahan antara dirinya dengan Adit? Zalwa membalas tatapan Adit, tatapan matanya menunjukkan rasa penasarannya yang begitu besar.
            “ Sebenarnya apa?” tanya Zalwa sambil mengerutkan keningnya.
            “ Aku harap kamu tidak marah dengan apa yang akan aku katakan.” Adit berusaha meyakinkan dirinya.
            “ Sebenarnya, aku tidak mencintaimu meskipun aku telah menikahimu.”
            Zalwa sangat terkejut, Seolah-olah petir menyambar kepalanya ketika ia mendengar kat-kata itu.
            “ Sebenarnya aku masih mencintai wanita lain,” sambung Adit.
            “ Jadi kenapa mas mau menikahiku?” tanya Zalwa, ia mulai merasakan bendungan air di matanya.
            “ Itu karena,” Adit menundukkan kepalanya dan mengangkatnya kembali. “ Karena aku terlanjur kecewa dengannya, karena ia lebih memilih pria lain untuk menjadi suaminya.
            Zalwa tidak bisa menahan bendungan air yang ada di matanya. Dan tangisnya pun pecah, ia telah berusaha untuk tidak menangis, tapi hati kecilnya begitu sakit ketika dia mengetahui ternyata pria yang sangat dicintainya dan kini telah menjadi suaminya  sama sekali tidak mencintainya tetapi malah mencinta wanita lain.
            Melihat Zalwa menagis Adit begitu menyesal dengan perbuatannya, ia sama sekali tidak mempunyai maksud untuk menyakiti hati Zalwa, tapi meskipun demikan Adit harus mengatakannya karena lambat laun semua kenyataan ini akan diketahui oleh Zalwa.
            “ Tapi meskipun demikian, aku akan berusaha melupakannya dan berusaha untuk mencintaimu, dan aku tidak akan pernah menyentuhmu meskipun kita telah menikah, sebelum aku bisa mencintaimu, maafkan aku,” sambung Adit.
                                                                        ***
            Pernikahan Zalwa dan Adit telah berjalan satu bulan, meskipun demikian Adit tidak pernah menyentuh Zalwa meskipun mereka telah menjadi suami istri, dan dalam waktu satu bulan Adit tetap saja belum bisa untuk mencitai Zalwa, tetapi Zalwa tetap sabar, ia  tetap setia dengan suaminya meskipun suaminya sama sekali tidak pernah mencintainya.
            Zalwa menyiapkan sarapan di atas meja, pagi itu menujukkan pukul 06.00. tapi Adit belum juga bangun, Zalwa tidak tega untuk membangunkan Adit karena ia masih terlihat sangat lelap.
            Ketika Adit terbangun jarum jam telah menunjukkan pukul delapan, betapa terkejutnya Adit karena ia bangun kesiangan. Ia segera melompat dari tempat tidurnya dan berlari kearah kamar mandi, walaupun kondisinya sedikit kurang sehat. Setelah mandi dia segera memakai baju dan bergegas untuk pergi kerja. Ketika dia akan mengeluarkan mobil, ia melihat Zalwa sedang merapikan tanaman yang ada taman depan rumah.
            “ Kamu sudah bangun mas?” Tanya Zalwa sambil menyiram bunga-bunga dihadapannya.
            “ Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” Tanya Adit kesal.
            “ Aku tidak tega membangunkanmu mas, karena kamu masih terlihat sangat lelap.” Dia sadar kalau dirinya salah, tetapi ia benar-benar tidak tega untuk membangunkan Adit. “ Maafkan aku mas.”
            Hati Adit berdesir mendengar kata-kata Zalwa, Zalwa benar-benar mengerti kondisinya, sehingga ia tidak mau mengganggu tidurnya. Sebenarnya Adit tahu bahwa Zalwa sangat mencintainya, tapi ia sama sekali belum bisa untuk mencintai Zalwa. Ia juga tidak tahu kenapa ia belum bisa mencintai Zalwa, meskipun demikian ia terus berusaha untuk membuka hati untuk Zalwa
***
            Rintikan hujan yang deras membasahi kota Yoyakarta, Adit mengendarai mobilnya ditengah cuaca yang sangat tidak bersahabat. Di tengah perjalanan tiba-tiba ban mobil Adit kempis, sayangnya tidak ada seorang pun di luar sana yang bisa untuk membantunya karena mengingat hujan yang sangat lebat. Adit memutuskan untuk menghubungi Zalwa untuk memberitahu kalau ia akan pulang telat malam itu, tapi ternyata ponselnya mati, ia baru ingat kalau tadi ia lupa mengisi batere ponselnya. Adit pun menggati ban mobilnya yang kempis itu sendirian dengan ban mobil cadangan yang diletakkannya di bagian belakang mobil meskipun kondisinya saat itu kurang sehat. Dengan waktu yang lama akhirnya ia selesai mengganti mobilnya. Tubuhnya basah, ia terpaksa melanjutkan perjalanannya yang masih jauh dengan tubuh yang basah karena ia tidak ada membawa baju ganti.
            Adit sampai di rumah, kepalanya sangat pusing seperti ada ribuan batu yang menimpa kepalanya. Adit mengetuk pintu, pintu pun terbuka. Ia benar-benar tidak bisa menahan rasa sakit dikepalanya. Sampai akhirnya ia pingsan dan jatuh ke arah Zalwa yang mebukakan pintu untuknya.
***
            Zalwa berjalan mondar-mandir di ruang tamu, ia sangat khawatir karena pada saat itu Adit belum juga pulang. Tidak biasanya Adit belum pulang selarut ini. Ia memutuskan untuk menghubungi ponsel Adit, kekhawatirannya semakin besar karena ternyata ponsel Adit tidak aktif, ia takut kalau terjadi sesuatu dengan Adit. Ia tetap menunggu di ruang tamu, ia sama sekali tidak bisa tidur kalau suaminya belum pulang. Satu jam kemudian ia mendengar suara ketukan pintu. Dengan segera ia membuka pintu dan ia sangat terkejut karena tubuh Adit tiba-tiba jatuh ke hadapannya.
***
            Adit membuka matanya, putih yang terlihat, ia mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya masih terasa pusing, tiba-tiba ia mendengar suara yang memanggilnya, suara itu jelas terdengar seperti orang yang sangat mengkhawatirkan keadaannya.
            “ Mas Adit,” seru Zalwa dengan lembut. “ Kamu sudah bangun mas? Syukurlah kalau begitu”
            Adit menoleh ke arah sumber suara itu dengan perlahan-lahan. Ia melihat Zalwa yang sedang menatapnya dengan lembut. Adit bisa merasakan tatapan Zalwa yang begitu mengkhawatirkannya. Ia juga bisa melihat mata yang merah yang masih bersisakan air mata di mata Zalwa, Zalwa menangis.
            “ Mas Adit” Zalwa memanggilnya untuk yang kedua kalinya.
            “ Aku dimana?” tanya Adit
            “ Kita di rumah sakit mas, tadi kamu pingsan tidak sadarkan diri, kata dokter kamu hanya demam tinggi, ”
            Adit hanya bisa mengingat kalau terakhir ia melihat Zalwa membuka pintu dan tiba-tiba pandangannya menjadi gelap.
***
            Zalwa merawat Adit dengan penuh kasih sayang. Ia selalu menyuapi Adit ketika makan, ia sama sekali tidak mau meninggalkan Adit meskipun hanya sedetik. Adit telah memintanya untuk pulang, agar Zalwa bisa istirahat di rumah dan sebagai gantinya ada suster yang bisa merawatnya. Zalwa tetap saja menolak permintaan Adit. Ia akan terus merawat Adit sampai ia sembuh.
            “ Waktunya makan siang mas” ujar Zalwa setelah suster keluar menghantarkan makan siang.
            Adit merasakan sesuatu yang sangat aneh di hatinya, perasaan ini tidak pernah muncul sebelumnya. Ia tidak pernah melihat seseorang yang sangat mengkhawatir dan sangat mencintainya seperti Zalwa. Ia merasakan kegembiraan ketika Zalwa selalu memperhatikannya.
***
            Udara begitu sejuk, setelah seminggu dirawat dirumah sakit akhirnya Adit bisa merasakan udara yang sejuk. Zalwa membawa Adit pulang. Meskipun Adit sudah bisa pulang, tetap saja Adit belum diperbolehkan untuk masuk kantor selama beberapa hari    Kondisi Adit semakin membaik setelah ia beristirahat beberapa hari di rumah. Ia memutuskan untuk segera masuk kantor karena telah banyak kerjaan yang ia tinggalkan. Ketika Adit sampai di kantor, sekretarisnya memberitahunya kalau selama ia tidak masuk ada seorang wanita yang selalu datang mencarinya. Wanita itu bernama Sheila. Adit terkejut mendengar nama itu, untuk apalagi Sheila mencarinya.
            Zalwa merapikan tempat tidurnya dan ia melihat ponsel Adit di atas meja,
            “ Mas Adit pasti lupa membawanya, dan sangat membutuhkan ponsel ini,” gumam Zalwa.                       
            Akhirnya, Zalwa memutuskan untuk menyusul ke kantor Adit, untuk memberikan ponsel itu.
            Meja dipenuhi dengan kertas-kertas yang berserakan, Adit tengah sibuk dengan pekerjaan yang selama ini ia tinggalkan. Tiba-tiba telepon kantor yang ada di mejanya berdering.
            “ Hallo pak Adit, ada yang ingin bertemu dengan bapak,” ujar sekretarisnya.
            “ Siapa?”
            “ Mbak Sheila pak”
            Adit terdiam sejenak, Sheila adalah wanita yang selama ini tidak bisa dilupakannya. Seorang wanita yang telah meninggalkannya demi pria yang lebih memiliki segalanya darinya.
            “ Pak?” sahut sekretarisnya.
            “ Ya, persilahkan saja untuk masuk”
            Terdengar suara ketukan pintu, Adit mempersilahkannya masuk, sosok Sheila terlihat dibalik pintu, Adit begitu terkejut melihat Sheila yang selama ini telah meninggalkannya. Wajah Sheila terlihat lembam, seperti ada bekas pukulan. Sheila berjalan kearah Adit, tiba-tiba ia menangis dan memeluk Adit. Adit tidak tega melihat Sheila menangis seperti itu. Ia membiarkan Sheila memeluknya sampai akhirnya Sheila melepaskan pelukkanya.
            “ Dit, aku menyesal telah meninggalkan kamu,” ujar Sheila sambil terus menangis.
            “ Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?” tanya Adit heran.
            “ Ternyata boy menikahi ku, bukan karena mencintaiku, ia hanya melihat dari paras wajahku, setelah kami menikah ia selalu memukuliku, sampai akhirnya aku meminta cerai kepadanya, awalnya ia tidak mau, setelah aku laporkan semua ini ke polisi akhirnya ia dipenjara dan akhirnya mau menceraikan aku. Aku sadar kalau selama ini ada pria yang sangat mencintai aku dengan tulus, pria itu adalah kamu, dan aku baru sadar kalau aku masih mencintai kamu.” Jelas Sheila.
            Adit tidak menyangka kalau Sheila akan mengatakan itu semua, selama ini ia tidak pernah bisa melupakan Sheila, tapi ada perasaan aneh yang muncul, ia langsung mengingat Zalwa, ia sama sekali tidak mau megecewakan Zalwa, dan mebuat senyumnya hilang. Bagaimana pun ia telah mempunyai istri. Dan pada saat itu Adit menyadari kalau dia mencintai Zalwa. Wanita yang mencintainya dengan tulus.
            “ Maafkan Sheil, aku telah menikah, dan istri ku mencintai aku dengan tulus, bukan karena harta.” Ujar Adit dan meninggalkan Sheila.

***

            Zalwa sampai ke kantor Adit, sebelum masuk Zalwa bertanya kepada sekretaris Adit, apakah Adit ada di ruangannya.
             “ Pak Adit ada di ruangannya?” tanya Zalwa.
             “ Ada bu, tapi lagi ada tamu,” jawab sekretarisnya.
            “ Kalau begitu, aku akan menunggunya di depan ruangannya saja.” Zalwa langsung berjalan ke arah ruangan Adit.
            Sesampainya Zalwa di depan ruangan Adit ia melihat pintu ruangan sedikit terbuka, ia mencoba melihat ke dalam, siapa tamu yang sedang bertemu dengan Adit, mungkin saja ia mengenalnya. Darah Zalwa mengalir dengan deras, Jantungnya berdegup kencang, Hatinya seperti ada ribuan jarum yang menusuk ketika melihat Adit berpelukan dengan seorang wanita. Dia mengenal wanita itu, ia pernah melihat fotonya di dompet Adit, ketika mereka baru beberapa hari menikah, wanita itu adalah wanita yang selama ini tidak bisa dilupakan Adit. Ia mengatupkan sebelah tangannya untuk menutup mulutnya. Nafasnya seakan berhenti, ia tidak bisa menahan tangisnya, isakan tangisnya segera pecah dibalik telapak tangannya. Ia berbalik badan membelakangi pintu dan berjalan perlahan meninggalkan ruangan Adit.

***
            Adit sampai dirumah seperti biasa, ia mengetuk pintu. Saat ini yang ia rasakan adalah ingin segera bertemu dengan Zalwa dan mengatakan bahwa ia sangat mencintai Zalwa. Adit terus mengetuk pintu, tapi Zalwa tak kunjung membukakan pintu. Adit memegang gagang pintu dan memutarnya, pintu terbuka. Ia segera masuk ke dalam rumah dan mencari Zalwa, tapi ia sama sekali tidak menemukan Zalwa. Yang ia temukan hanya secarik kertas yang berikan tulisan yang di bagian bawah tulisan itu tertera nama Zalwa.
***
            Zalwa kembali ke rumah, ia belum bisa menghentikan tangisnya, hatinya seperti di sayat oleh pisau yang sangat tajam, mungkinkah Adit masih mencintai wanita itu? Dan sepertinya wanita itu juga masih mencintai Adit terlihat dari cara ia memeluk Adit, Zalwa akan lebih bahagia apabila Adit bahagia dengan wanita yang sangat dicintainya. Ia memutuskan untuk meninggalkan Adit, dan membiarkannya bahagia dengan wanita yang sangat dicintainya. Tetapi sebelum ia pergi Zalwa menuliskan surat untuk Adit.

            Mas, maaf kan aku, aku harus pergi, aku akan lebih bahagia apabila  melihatmu dengan wanita yang sangat kamu cintai hidup bahagia apabila kamu harus menjalani hidup dengan ku tetapi kamu tidak bahagia, tadi aku datang ke kantor mu dan melihat kamu berpelukkan dengan wanita yang selama ini tidak bisa kamu lupakan. kamu tidak perlu merasa bersalah karena aku ikhlas dengan semua ini.

             Air mata Adit meleleh membaca tulisan itu. Kenapa Zalwa harus pergi disaat ia mulai mencintainya. Ini semua salah paham, Adit segera mengambil ponselnya, tapi ia tidak menemukannya. Ia memutuskan untuk menghubungi Zalwa melalui telepon rumah, tapi sayangnya ia tidak mengingat no ponsel Zalwa. Ia segera bergegas mengeluarkan mobilnya untuk mencari Zalwa kemana pun sampai akhirnya ia bisa menemukan wanita yang kini sangat dicintainya itu. Rasanya sudah sekeliling kota Yogyakarta ia jelajahi, tapi sama sekali ia tidak menemukan Zalwa.

***
             Zalwa menapaki jalan trotoar di hadapannya, ia sama sekali tidak fokus dengan jalan yang ia jalani. Tiba-tiba kakinya tergelincir dan dari ujung jalan terlihat sepeda motor melaju dengan kencang dan menyambar sedikit tubuh Zalwa. Zalwa terjatuh, ia sama sekali tidak sadarkan diri karena kepalanya membentur aspal.
            Zalwa mebuka matanya perlahan, ia tidak tahu ia berada dimana, ia hanya bisa mengingat kalau terakhir kali ia sedang berjalan di pinggir jalan terotoar dan tiba-tiba kakinya tergelincir dan sebuah sepeda motor menyambarnya.
            “ Kamu sudah sadar?” tanya seorang ibu.
            “ Saya dimana? tanya Zalwa sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
            “ Kamu berada di pantai asuhan. Tadi ibu menemukanmu tergelatak di pinggir jalan, tidak ada satu pun orang disana, jadi ibu memutuskan untuk membawamu ke sini. Nama kamu siapa? tanya ibu itu
            “ Nama saya Zalwa bu, terima kasih bu karena telah menolong saya” jawab Zalwa sambil tersenyum.
            “ Nama ibu, Rahmi, ibu pengurus di pantai asuhan ini. Apakah kamu mempunyai saudara disini, ibu tidak bisa menghungi saudaramu, karena kamu tidak memiliki identitas apapun.”
            Zalwa terdiam sejenak, ia telah memutuskan, ia tidak akan menganggu Adit. Ia juga baru ingat bahwa tas yang ia bawa yang berisikan identitasnya, ponselnya dan tentu juga ponsel Adit hilang, ia tidak tahu kemana perginya tas itu. Dan ia sama sekali tidak. Dan ia juga tidak mau meberitahu keluarganya kalau ia telah meninggalkan Adit.
            “ Tidak bu, saya tidak mempunyai siapa-siapa disini. Dan bolehkah saya tinggal disini untuk membantu ibu megurus pantai asuhan ini?
             Ibu Rahmi tersenyum, dan berkata “ Tentu saja”

***
            Setahun pun berlalu, Zalwa menjalani hari-harinya di pantai asuhan untuk mengurus anak-anak disana. Semua orang yang berada di pantai asuhan telah di anggapnya sebagai anggota keluarganya. Tetapi meskipun demikian Zalwa tidak akan pernah melupakan Adit, karena mereka masih terikat dalam tali pernikahan, ia sangat merindukan Adit. Tetapi ia tidak sanggup harus melihat Adit hidup dengan wanita lain. Meskipun ia bahagia apabila Adit bahagia.
            Adit selalu memikirkan Zalwa, selama satu tahu Adit selalu mencari Zalwa, tapi hasilnya nihil, dan selama setahun juga Zalwa tidak pernah menghubunginya. Ia begitu merindukan Zalwa. Ia sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya itu.
            “ Pak,” Suara sekretarisnya mengejutkannya. “ Pencarian dana untuk Pantai Asuhan Binar Kasih, telah selesai pak”
            “ Iya, saya yang akan terjun langsung melihat keadaan pantai asuhan itu, karena pak direktur sedang ada urusan keluar kota selama sebulan.”
            “ Iya pak”
            Adit segera merapikan kerta-kertas yang berserakan di atas mejanya. Dan kemudian pergi ke pantai asuhan bina kasih dengan sekretaris dan 2 orang rekan kantornya.
***
            Zalwa sedang menyiapkan makanan yang sangat enak, karena kata bu Rahmi akan datang staf kantor dan ditemani langsung oleh direkturnya yang akan menggalangkan dana ke pantai asuhan mereka. Masakan Zalwa telah selesai ketika 2 mobil mewah memasuki halaman pantai asuhan. ia segera menyiapkan masakannya di atas meja. Zalwa tidak memutuskan untuk ikut menyambut tamu-tamu itu, karena yang berhak menyambut mereka adalah bu rahmi dengan suaminya.
            Zalwa hanya bisa melihat dari jendela. Betapa terkejutnya Zalwa melihat sosok Adit turun dari mobil mewah itu. Ia mengatupkan telapak tangannya ke mulutnya. Isak tangisnya tertahan oleh telapak tangannya, ia sangat merindukan suaminya itu, ingin rasanya ia berlari ke arah Adit dan memeluknya, tapi ia tidak mungkin melakukan itu, karena mungkin saja Adit telah menjadi suami orang lain. Zalwa hanya bisa melihat Adit dari kejauhan, ia sama sekai tidak berani memunculkan dirinya di hadapan Adit.  
            “ Kami sangat berterima kasih karena perusahaan bapak mau membatu pantai asuhan kami” sambung bu Rahmi.
            “ iya bu, kami senang membantu” jawab Adit selaku manager.
            “ Silahkan di makan makanannya pak, bu …” ujar bu rahmi dengan lembut ketika mereka telah selesai berbincang-bincang.
            Mereka makan bersama di ruang makan, Adit dan rekan-rekan kerjanya sangat menikmati makanan yang disajikan itu.
            “ Enak sekali masakannya bu,” ujar sekretaris Adit. “ Ibu sangat pintar ya memasak” sambungnya.
            “ Oh, semua masakan ini bukan saya yang memasaknya, tapi Zalwa, salah satu pengurus dipanti ini.” Sela ibu Rahmi.
            Adit tersedak mendengar  nama  Zalwa yang baru saja disebutkan oleh ibu Rahmi.
            “ Bapak tidak apa-apa pak?” tanya sekretarisnya sembari menyerahkan minum kepadanya.
            “ Tidak apa-apa,” jawab Adit cepat, ia sama sekali tidak mau membahas masalah pribadinya di tengah urusan kantor.
            Setelah mereka makan bersama, Adit dan rekannya pamit untuk pulang karena masih banyak kerjaan kantor yang harus mereka kerjakan. Ketika sampai di halaman, tiba-tiba bola mata Adit menangkap sesosok wanita yang sedang mengamatinya, tetapi wanita itu segera pergi ketika Adit melihatnya, wanita itu memakai kerundung sehingga Adit tidak bisa jelas melihat wajahnya.
***
            Adit memutar-mutar pena yang sedang berada ditangannya, ia masih saja mengingat kejadian yang ada di pantai asuhan yang sudah hampir seminggu. Apakah Zalwa yang disebutkan ibu Rahmi adalah Zalwa yang selama ini dicarinya? Dan siapa wanita aneh yang mengamatinya dari jauh itu? Tidak mungkin hanya ada satu nama Zalwa di dunia ini, tapi tidak tahu kenapa Adit sangat ingin tahu seperti apa Zalwa yang telah memasakkan masakan untuk mereka itu. Adit memutuskan untuk pergi mengunjungi panti itu, kali ini ia akan pergi sendiri, tanpa ditemani oleh rekan-rekan kerjanya, dan ia juga tidak memberitahukan kepada pihak panti bahwa ia akan datang.
            Adit sengaja memakirkan mobilnya jauh dari halaman panti, agar kedatangannya tidak diketahui secara langsung oleh pihak panti. Adit membawa beberapa kantong yang berisikan roti yang akan diserahkan oleh anak-anak panti. Adit berjalan ke arah panti, ia menaiki tangga teras, suara anak-anak terdengar sedang belajar membaca, awalnya ia bermaksud untuk turun kembali dan memutuskan untuk menunggu di bawah sampai anak-anak selesai belajar, tapi tidak tahu kenapa kaki Adit tidak bisa berhenti melangkah.
            Adit menjatuhkan kantong plastik yang dibawanya ketika ia melihat seorang wanita yang sedang mengajarkan anak-anak panti membaca, jantungnya berdegup kencang,  air matanya tidak terasa menetes. Akhirnya ia bisa menemukan Zalwa yang selama ini ia cari. Rasanya ia ingin segera berlari ke arah Zalwa dan memeluknya dengan erat. Wanita itu melihat Adit, dan bola mata mereka berjumpa.
***
            Zalwa menoleh ke arah pintu, ia bisa menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya tanpa ia harus melihat ke arah seseorang yang sedang memperhatikannya itu. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat Adit sedang menatapnya. Ia begitu merindukan Adit tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, apakah ia harus pergi untuk menghindari Adit, tapi kali ini ia tidak bisa lagi untuk lari, karena Adit sudah terlanjur melihatnya dengan jelas.
            Adit berjalan perlahan ke arah Zalwa, tanpa ada sepatah kata pun Adit terus menatap Zalwa dengan bola matanya yang berwarna hitam. Kini Zalwa tepat berada di hadapannya. Tanpa berkata apapun Adit memeluk Zalwa dengan erat, seakan-akan ia tidak mau melepaskannya.

***
            Zalwa tidak bisa bergerak ketika Adit berjalan mendekatinya. Ia tidak tahu harus berbuat dan berkata apa. Ketika Adit telah begitu dekat dengannya, ia bisa merasakan tatapan Adit yang sangat berbeda kepadanya, ia terkulai lemas ketika Adit memeluk tubuhnya, jantungnya semakin berdegup kencang, dan ia berusaha untuk menahan tangisnya, tapi tetap saja ia tidak bisa menahannya.
            “ Aku sangat mencintai kamu, wa, kamu jangan pernah pergi meninggalkan aku lagi ya” ujar Adit sambil mengeratkan pelukkannya.
            Zalwa tidak bisa menjawab apa-apa, ia sangat tidak menyangka bahwa Adit telah mencintainya, dan begitu sangat mencintainya, Zalwa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terus menagis.

***
            Bunga-bunga ditaman panti sangat indah, kupu-kupu pun ikut menemani bunga-bunga yang berayun-ayun sedang dihembus angin. Adit dan Zalwa duduk di bangku taman, pemandangan yang begitu indah. Keduanya sama-sama membisu, dan Adit pun memutuskan untuk mengakhiri kebisuannya.
            “ Wa, selama setahun ini aku selalu mencari mu, kamu pergi dari rumah kita dan tidak pernah lagi kembali, kamu sama sekali tidak pernah menghubungiku, sebenarnya apa yang kamu lihat ketika di kantor itu semuanya salah paham” ujar Adit, ia kemudian menjelaskan tentang kesalah pahaman itu dengan lemah lembut.
            Mendengar semua penjelasan Adit, Zalwa sangat merasa bersalah, ia sudah sangat bodoh dalam mengambil keputusan, yang pada akhirnya keputusan itu telah meyiksanya dan tentu saja juga menyiksa Adit.
            “ Maafkan aku mas, aku sangat menyesal, dan aku  tidak pernah menghubungi mu karena tasku yang berisikan ponselku dan ponselmu hilang ketika setahun yang lalu aku mengalami kecelakaan. Maafkan aku mas” ucap Zalwa sambil menagis.
            Adit segera memeluk Zalwa, ia sudah memaafkan Zalwa meskipun Zalwa tidak meminta maaf, Adit sangat mencintai Zalwa dan ia berjanji kepada dirinya akan selalu melindungi Zalwa dan terus menyayanginya. Begitu juga dengan Zalwa, ia sangat mencintai Adit dan ia juga bejanji ia tidak akan mengulangi kebodohan yang sama untuk meninggalkan Adit.
            “ Aku tidak akan membiarkan kamu untuk meninggalkan aku lagi wa…” ujar Adit sambil mengecup kening Zalwa.

THE END
           
           



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS