CINTA
ZALWA
Rintikan
hujan membasahi trotoar, udara terasa dingin, daun-daun kering berguguran
dihembuskan angin, Zalwa berjalan menapaki jalan trotoar yang basah itu
ditemani dengan jaket tebalnya ia terlihat beberapa kali melingkarkan tangannya
kesekeliling tubuhnya, ia tetap berjalan
dengan langkah yang tergesah-gesah sampai akhirnya ia sampai di depan sebuah
gedung apartement yang terdiri dari 4 lantai. Zalwa
memiliki tubuh yang langsing, ia tidak terlalu tinggi, warna kulitnya juga
tidak terlalu putih, tapi dia memiliki lesung pipi yang dalam di kedua pipi nya
dan hidung yang lumayan mancung.
“Zalwa!”
seseorang memanggilnya di tengah rintikan hujan, Zalwa menoleh kearah sumber
suara itu, seorang wanita tengah berlari-lari kecil kearahnya dengan membawa
sebuah payung berwana biru.
“Kamu
dari mana?” tanya wanita itu.
Wanita
itu bernama Desi, dengan kulit berwana kuning langsat, tubuhnya yang langsing,
rambut panjang yang sedikit ikal, siapa saja lelaki yang melihatnya akan
langsung jatuh hati kepadanya.
“Aku
dari Apotik, aku membeli obat sakit kepala,” jawab Zalwa sambil mulai berjalan
beriringan dengan Desi memasuki gedung apartement.
Zalwa
dan Desi tinggal di gedung apartement itu, tapi mereka tidak satu apartement, Zalwa
berada di apartement no 12 dan apartement Desi no 13 tepat disamping apartement
Zalwa. Mereka telah lama bersahabat sejak Desi pindah ke gedung apartement itu.
Zalwa
dan Desi menaiki lantai ke dua gedung apartement itu. Tepat diujung koridor
lantai dua apartement Zalwa dan Desi dengan pintu yang berwarna coklat muda.
“Aku
lupa meletakkan kunci apartement ku dimana,” gumam Desi sambil meraba isi dalam
tasnya, ketika dia sampai di depan pintu apartementnya.
“Coba
kamu cari lebih teliti, mungkin saja terselip dibagian kantong tas kamu.”
“Tidak
ada,” jawabnya panik.
“Coba
kamu ingat-ingat dulu, apakah kamu benar-benar meletakkannya di tas kamu?”
tanya Zalwa sambil menutup payung yang mereka pakai tadi.
“Ya
ampun aku baru ingat kalau tadi aku menitipkannya dengan kakek.” Jawab desi
sambil menepuk dahinya sendiri.
Desi
terkenal dengan sifatnya yang pelupa.
Kata
sebutan kakek itu adalah untuk seseorang pria yang sudah berumur 63 tahun yang
tinggal di apartement no 11, iia tinggal berdua dengan istrinya. Kakek sangat
baik kepada mereka, ia telah menganggap Zalwa dan Desi sebagai cucunya sendiri.
“Dari
pada kamu berdiri terus di depan pintu, lebih baik kamu ikut saja ke apartementku,
aku juga ingin menceritakan sesuatu kepadamu.” perintah Zalwa sambil membuka
pintu apartementnya.
“I
thing that good idea,” Desi mengikuti langkah Zalwa masuk ke apartement nya.
sambil membawa payungnya yang ditinggalkan Zalwa begitu saja di depan pintu.
***
Sebuah
ruangan yang berukuran 12 x 8, dinding yang dicat berwana putih yang terdiri dari 1 buah kamar tidur, 1
kamar mandi, 1 dapur mungil yang tersusun rapi dan 1 ruang tamu yang dilengkapi
4 buah sofa berwana merah hati dan 1 mesin pendingin yaitu AC.
“Akhirnya
aku bisa meregangkan otot-otot ku,” celetuk Desi sambil menghempaskan tubuhnya
ke sofa.
“Kamu
mau minum apa?” tanya Zalwa ketika hendak jalan ke dapur untuk mengambil
minuman.
“
Kalau cuacanya dingin seperti ini, enaknya minum yang hangat-hangat, coklat
panas aja deh.”
“Oke
tuan putri.”
Desi
hanya tersenyum mendengar sahabatnya memanggilnya dengan sebutan tuan putri.
Zalwa
telah tinggal di apartement ini selama 2 tahun, semenjak ia bekerja di salah
satu perusahaan mata uang asing di Jakarta, sampai sekarang ia juga belum
mengerti kenapa ia bisa diterima di perusahaan itu.
“Silahkan
di minum tuan putri!” sela Zalwa dan memberikan segelas coklat panas untuk sahabatnya
itu.
“
Terima kasih dayangku, hahaha…” tawa Desi pun pecah ke seluruh penjuru ruangan
apartement.
Zalwa
tidak memperdulikan desi tertawa begitu kerasnya, tapi ia tiba-tiba termenung
dan menghela nafas dengan berat, dia berusaha untuk tidak melihatkan
kegelisahannya di depan sahabatnya. Tapi Desi telah merasakan kalau Zalwa
memiliki masalah, serapat-rapatnya ia menyembunyikan suatu masalah, pasti
lambat laun Desi akan mengetahuinya.
“
Kamu mempunyai masalah ya?” Tanya Desi curiga
Zalwa
kembali menghela nafasnya yang berat, “Iya ni,” ia mengambil coklat panasnya
dan meminumnya dengan perlahan.
“
Kamu punya masalah apa wa?” Tangan Desi pun memegang bahu sahabatnya itu, berusaha
untuk meyakinkan sahabatnya bahwa dia akan mendengarkan semua cerita tentang
masalahnya.
“
Mamaku,”
“
Ada apa dengan mamamu? Apakah dia sakit?”
“
Tidak,”
“
Jadi, apa yang terjadi dengan mamamu?”
Zalwa
mengerjapkan kelopak matanya, ia berusaha untuk membuka mulutnya. “ Mamaku
memintaku untuk menikah dengan pria pilihannya.”
“
What?” Desi tidak percaya dengan kata-kata yang baru meluncur dari bibir
sahabatnya. “Serius lo? Ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi, sampai
dijodoh-jodihin segala.”
“
Serius, kapan sih aku bohong denganmu?” sela Zalwa sambil menahan nafasnya.
Sepertinya
Zalwa benar-benar serius dengan ucapannya, wajahnya terlihat sangat bingung dengan
keputusan apa yang akan ia pilih.” Coba kamu tanyakan lagi dengan mamamu,
apakah ia benar-benar akan menjodohkanmu dengan pria pilihan nya” ujar Desi
berusaha untuk menenangkan Zalwa.
“
Aku sudah berusaha untuk menolak, tapi mamaku tetap saja memintaku untuk
menikah dengan pria pilihannya.”
“
Jadi, bagaimana dengan pria yang kamu suka selama ini?”
“
Aku tidak tahu,” Zalwa menggelengkan kepalanya perlahan “ aku pun juga tidak
tahu apakah ia juga menyukaiku juga, mungkin ia bukan jodohku.”
Zalwa
pernah berjumpa dengan seorang pria di kantornya, lelaki itu adalah rekan
bisnis perusahaanya selama 1 bulan. Dialah yang ditugaskan managernya untuk melayani
pria itu dengan baik. Kebersamaanya dengan pria itu selama satu bulan membuatnya
jatuh hati dengan pria itu, tetapi setelah satu bulan mereka bersama, pria itu
tidak pernah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia juga memiliki persaan yang sama
dengan Zalwa sampai akhirnya tugas bisnisnya di perusahaan tempat Zalwa bekerja
selesai.
“
Bukankah kamu sangat mencintainya?” Desi sedikit berbisik.
Zalwa
hanya menenggelamkan wajah dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Desi.
***
Sinar
matahari masuk melalui celah-celah jendela. Jarum jam bergerak dengan cepat
seakan lepas kendali. Zalwa tetap saja menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut.
Jam alarm yang berbunyi sejak setengah jam yang lalu tidak dihiraukannya.
Tiiit tiittt tiiit, ponselnya berdering
pertanda ada sebuah pesan masuk. Zalwa berusaha meraih ponsel yang berada di
meja samping tempat tidurnya.
“
Siapa sih? Tidak tahu apa hari ini hari libur, suka banget ganggu orang
istirahat.” Guman Zalwa dengan sebal.
Kamu
dimana Zalwa? Kenapa jam segini kamu belum sampai ke rumah Zalwa? Mata Zalwa terbelalak ketika ia membaca isi
pesan yang ada di ponselnya. Ia lupa bahwa hari ini ia mempunyai janji dengan
mamanya pulang ke rumah untuk bertemu pria pilihan mamanya.
Zalwa
bergegas ke kamar mandi untuk membasahi tubuhnya. Dinginnya air yang memuncrat
dari shower head tidak terasa lagi,
karena yang ada difikrannya hanya bagaimana caranya agar ia cepat sampai ke
rumah.
“
Andaikan saja ada pintu Doraemon” gumam Zalwa.
***
Sebuah
rumah yang terletak di pinggir jalan besar, memiliki halaman yang luas, rumah ini dapat
dikatakan cukup besar. Tapi sayangnya rumah ini hanya dihuni oleh 4 orang,
yaitu papa dan mama Zalwa, 1 orang pembantu rumah tangga dan seorang tukang
kebun. Zalwa memutuskan untuk pindah dari rumahnya karena perusahaanya member
fasilitas sebuah apartement yang tidak begitu jauh dari kantornya.
Zalwa
berlari tergesah-gesah melewati gerbang rumahnya, dia memasuki halaman dan
sampai akhirnya ia sampai di depan pintu rumahnya, langkahnya terhenti ketika
ia melihat papa dan mamanya sedang duduk dan berbincang-bincang dengan 2 orang
dihadapan mereka.
Apakah
om dan tante ini yang akan menjodohkan anaknya denganku, lalu dimana pria yang
akan dijodohkan kepada ku? Zalwa berbicara dalam pikirannya.
“
Zalwa, ternyata kamu sudah datang,” suara mamanya membuyarkan lamunan nya. “
Masuklah sayang, om Surya dan tante Fitri telah lama menunggumu” ujar mama nya.
“
Iya ma…” Zalwa melangkah perlahan memasuki rumahnya, tetapi dia tidak melihat
pria yang akan dijodohkan kepadanya.Semoga saja pria itu melarikan diri, karena
tidak mau di jodohkan oleh orangtuannya.
Tiba-tiba
sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman.
“
Oh… itu ia sudah datang,” om Surya bangkit dari duduknya.
“
Ya ampun, ternyata dia tidak melarikan diri karena perjodohan ini, apakah aku
yang harus melarikan diri?” gumam Zalwa.
Rasanya
Zalwa ingin sekali lari sejauh mungkin agar ia terhindar dari perjodohan ini,
atau mungkin saja ada seorang pangeran berkuda putih yang akan membawanya kabur
dari perjodohan ini. Tapi langkahnya membeku ketika ia melihat seorang pria
yang turun dari mobil itu. Pria itu memasuki rumah dan pria itu juga terkejut
melihat sosok Zalwa di hadapan nya.
“
Zalwa!” ucap pria itu dengan terkejut.
“
Mas Adit!” balas Zalwa yang idak kalah ikut terkejutnya.
“
Oh, ternyata kalian sudah saling mengenal?” tanya om Surya.
Zalwa
dan Adit sama-sama mengangguk menandakan kalau mereka sudah saling kenal.
Zalwa
dan Adit sudah saling mengenal sejak dulu, Adit adalah rekan bisnis
perusahaannya selama sebulan, yah… Adit lah pria yang selama ini ia cintai,
Zalwa tidak menyangka kalau pria yang akan dijodohkan dengannya adalah pria
yang selama ini ia cintai, rasanya ia ingin saja menanyakan kapan tanggal
pernikahannya, tapi apakah mas Adit setuju dengan perjodohan ini?
“
Kalau begitu lebih bagus, apalagi yang kita tunggu, langsung saja kita tentukan
tanggal pernikahan mereka, lagian mereka juga sudah saling kenal, jadi untuk
apa kita memakai tahap perkenalan, bukan begitu pak rangga?” ujar om surya
dengan semangat.
“
Yah, itu benar sekali,” balas papa yang tak kalah semangatnya juga.
“
Tunggu-tunggu!” sela ku dengan cepat
“
Apalagi yang kamu tunggu Zalwa?” tanya papanya heran.
“
Zalwa hanya ingin bertanya, apakah mas Adit setuju dengan perjodohan ini?”
tanyanya gugup sambil mencuri pandangannya ke arah Adit.
Adit
hanya menundukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah katapun., seperti ada yang
disembunyikan olehnya.
“
Tentu saja Adit setuju, kalau ia tidak setuju untuk apa ia datang ke sini,
Bukan begitu dit?” ujar om Surya.
“
Iya pa,” Adit menganggukan kepalanya dengan perlahan.
***
Sebuah
gedung yang dihadiri ribuan undangan, beberapa band ternama mengiringi acara
pernikahan Zalwa dan Adit. Zalwa terlihat sangat bahagia karena ia bisa menjadi
pendamping hidup dari pria yang sangat dicintainya, seorang pengusaha muda yang
terkenal dengan ketampanan dan kesopanannya. Tapi lain halnya dengan Adit, ia
terlihat begitu murung dan gelisah. Tapi ia masih bisa membalas senyuman Zalwa
yang beberapa kali diarahkan kepadanya.
Setelah
acara resepsi pernikahan mereka, esok harinya Zalwa dan Adit pindah ke
Yogyakarta karena sejak awal Adit telah ditugaskan di sana, dan ia hanya cuti
beberapa hari untuk pulang ke Jakarta demi memenuhi permintaan orangtuanya
untuk menemui gadis pilihan mereka yang kini telah menjadi istinya sendiri,
Zalwa terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya agar ia bisa ikut dengan
Adit. Sebenarnya Adit juga tidak memaksa Zalwa untuk ikut bersamanya. Dan ia
juga berjanji akan pulang sebulan sekali untuk menjenguk Zalwa. Tapi sebagai
istri yang baik ia harus ikut agar ia bisa mengurus Adit dengan penuh kasih
sayang, dan ia juga tidak mau berpisah dengan pria yang sangat dicintainya itu.
Tapi mama Zalwa terlihat sangat sedih melepaskan kepergian anak perempuan
satu-satunya.
“
Kenapa kamu harus ikut pindah juga sayang?” tanya mamanya sambil menghapus air
mata yang jatuh tiada henti.
“
Mama sendiri tahu, Zalwa sekarang telah menjadi istri mas Adit, dan sebagai
istri yang patuh kepada suaminya, Zalwa harus ikut kemana pun mas Adit pergi ma,”
jawabnya sambil menggenggam tangan mamanya.
“
Tapi kamu masih ada pilihan lain bukan, lagian Jakarta Yogyakarta tidak terlalu
jauh, Adit juga berjanji akan pulang sebulan
sekali untuk menjenguk kamu,”
“
Ya ampun ma, sebenarnya Zalwa juga tidak mau berpisah dengan papa dan mama,
tapi mau bagaimana lagi ma… pa… , Zalwa harus ikut dengan mas Adit, untuk
mengurusnya, disana juga mas Adit punya rumah sendiri, dan kami bisa tinggal
disana.” Ujar Zalwa meyakinkan mamanya yang tidak berhenti menangis.
“
Apa yang dikatakan Zalwa itu benar ma, dia harus ikut dengan Adit, mereka telah
menjadi pasangan suami istri, dan sebagai istri yang baik, Zalwa harus ikut
bersama Adit dan mengurus suaminya.” timpal papanya sambil mengelus kepala anak
kesayangannya.
“
Iya Zahra, apa yang dikatakan Zalwa dan papanya itu benar,” sahut Tina mamanya
Adit. “ Waktu itu kita juga sudah sepakat, kalau memang Adit dan Zalwa jadi
menikah, Zalwa akan ikut pindah bersama Adit ke Yogyakarta.”
“
Iya tin, maafkan aku yang telah melanggar kesepakatan kita bersama,” ujar Zahra
mamanya Zalwa sambil menyeka air matanya. “ Tapi kamu janji ya sayang akan
sering menjenguk mama,”
“
Iya ma, aku janji,” jawab Zalwa sambil memeluk mama papanya dan sesekali
menyeka air matanya yang juga ikut menetes.
***
Jogja,
kota penuh keistimewaan dengan berbagai tempat wisata didalamya, mulai dari
wisata sejarah, wisata alam, wisata kuliner , wisata edukasi sampai dengan
tempat hiburan yang menarik. Di kota inilah Adit dan Zalwa tinggal, rumah yang
minimalis tapi terkesan mewah, yang terdiri dari dua kamar tidur, satu dapur,
dua kamar mandi, satu ruang tamu dan satu bagasi mobil.
“
Ini rumah kita mas?” tanya Zalwa ketika turun dari mobil dan melihat sebuah
ruman minimalis di hadapannya.
“
Iya, maaf ya wa, rumahnya tidak sebesar rumah kamu yang ada di Jakarta,”
sela Adit.
“
Tidak masalah mas, aku bahagia tinggal dimana saja asal bersama kamu mas,”
ungkap Zalwa sambil tersenyum bahagia
menatap Adit.
***
Malam
yang begitu tenang, bintang-bintang ikut menemani bulan malam untuk menghiasi
langit yang gelap. Jangkrik juga ikut meramaikan keindahan malam ini, Zalwa
berada di kamarnya, ia terlihat sedikit gugup karena malam ini ia hanya berdua dengan Adit karena tidak ada satu orang pun
yang ikut tinggal bersama mereka selain hanya mereka berdua.
Tiba-tiba
terdengar suara ketukan pintu dari luar. Zalwa segera bangkit dari duduknya dan
berjalan perlahan ke arah pintu, sebelum ia sampai, pintu telah dibuka dari
arah luar dan sosok Adit pun terlihat di balik pintu. Di bawah cahaya lampu
wajah Adit terlihat sedikit gelap tapi wajah itu mulai terlihat terang ketika
Adit melangkah masuk.
Keheningan terjadi, tidak ada
sepatah kata pun keluar dari bibir mereka berdua, detik jam terdengar kencang
seolah-oleh sedang mengiringi debaran jantung Zalwa, debaran itu semakin
kencang ketika Adit melangkah semakin mendekatinya. Tanpa tersadar Zalwa melangkah
mundur menjauhi Adit.
“ Wa, sebenarnya aku ingin
mengatakan sesuatu padamu,”
“
Apa itu mas?” jawab Zalwa yang mulai menenangkan debaran jantungnya.
“
Sebenarnya…” tiba-tiba Adit menghentikan kata-katanya dan menatap mata
Zalwa.
Zalwa
begitu penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Adit, apakah semua itu ada
hubungannya dengan pernikahan antara dirinya dengan Adit? Zalwa membalas
tatapan Adit, tatapan matanya menunjukkan rasa penasarannya yang begitu besar.
“ Sebenarnya apa?” tanya Zalwa sambil
mengerutkan keningnya.
“ Aku harap kamu tidak marah dengan
apa yang akan aku katakan.” Adit berusaha meyakinkan dirinya.
“ Sebenarnya, aku tidak mencintaimu
meskipun aku telah menikahimu.”
Zalwa sangat terkejut, Seolah-olah
petir menyambar kepalanya ketika ia mendengar kat-kata itu.
“ Sebenarnya aku masih mencintai
wanita lain,” sambung Adit.
“ Jadi kenapa mas mau menikahiku?” tanya
Zalwa, ia mulai merasakan bendungan air di matanya.
“ Itu karena,” Adit menundukkan
kepalanya dan mengangkatnya kembali. “ Karena aku terlanjur kecewa dengannya,
karena ia lebih memilih pria lain untuk menjadi suaminya.
Zalwa tidak bisa menahan bendungan
air yang ada di matanya. Dan tangisnya pun pecah, ia telah berusaha untuk tidak
menangis, tapi hati kecilnya begitu sakit ketika dia mengetahui ternyata pria yang
sangat dicintainya dan kini telah menjadi suaminya sama sekali tidak mencintainya tetapi malah
mencinta wanita lain.
Melihat Zalwa menagis Adit begitu
menyesal dengan perbuatannya, ia sama sekali tidak mempunyai maksud untuk
menyakiti hati Zalwa, tapi meskipun demikan Adit harus mengatakannya karena
lambat laun semua kenyataan ini akan diketahui oleh Zalwa.
“ Tapi meskipun demikian, aku akan
berusaha melupakannya dan berusaha untuk mencintaimu, dan aku tidak akan pernah
menyentuhmu meskipun kita telah menikah, sebelum aku bisa mencintaimu, maafkan
aku,” sambung Adit.
***
Pernikahan Zalwa dan Adit telah
berjalan satu bulan, meskipun demikian Adit tidak pernah menyentuh Zalwa
meskipun mereka telah menjadi suami istri, dan dalam waktu satu bulan Adit
tetap saja belum bisa untuk mencitai Zalwa, tetapi Zalwa tetap sabar, ia tetap setia dengan suaminya meskipun suaminya
sama sekali tidak pernah mencintainya.
Zalwa menyiapkan sarapan di atas
meja, pagi itu menujukkan pukul 06.00. tapi Adit belum juga bangun, Zalwa tidak
tega untuk membangunkan Adit karena ia masih terlihat sangat lelap.
Ketika
Adit terbangun jarum jam telah menunjukkan pukul delapan, betapa terkejutnya
Adit karena ia bangun kesiangan. Ia segera melompat dari tempat tidurnya dan
berlari kearah kamar mandi, walaupun kondisinya sedikit kurang sehat. Setelah mandi
dia segera memakai baju dan bergegas untuk pergi kerja. Ketika dia akan
mengeluarkan mobil, ia melihat Zalwa sedang merapikan tanaman yang ada taman
depan rumah.
“ Kamu sudah bangun mas?” Tanya
Zalwa sambil menyiram bunga-bunga dihadapannya.
“ Kenapa kamu tidak membangunkan
aku?” Tanya Adit kesal.
“ Aku tidak tega membangunkanmu mas,
karena kamu masih terlihat sangat lelap.” Dia sadar kalau dirinya salah, tetapi
ia benar-benar tidak tega untuk membangunkan Adit. “ Maafkan aku mas.”
Hati
Adit berdesir mendengar kata-kata Zalwa, Zalwa benar-benar mengerti kondisinya,
sehingga ia tidak mau mengganggu tidurnya. Sebenarnya Adit tahu bahwa Zalwa
sangat mencintainya, tapi ia sama sekali belum bisa untuk mencintai Zalwa. Ia
juga tidak tahu kenapa ia belum bisa mencintai Zalwa, meskipun demikian ia
terus berusaha untuk membuka hati untuk Zalwa
***
Rintikan hujan yang deras membasahi
kota Yoyakarta, Adit mengendarai mobilnya ditengah cuaca yang sangat tidak
bersahabat. Di tengah perjalanan tiba-tiba ban mobil Adit kempis, sayangnya
tidak ada seorang pun di luar sana yang bisa untuk membantunya karena mengingat
hujan yang sangat lebat. Adit memutuskan untuk menghubungi Zalwa untuk
memberitahu kalau ia akan pulang telat malam itu, tapi ternyata ponselnya mati,
ia baru ingat kalau tadi ia lupa mengisi batere ponselnya. Adit pun menggati
ban mobilnya yang kempis itu sendirian dengan ban mobil cadangan yang
diletakkannya di bagian belakang mobil meskipun kondisinya saat itu kurang
sehat. Dengan waktu yang lama akhirnya ia selesai mengganti mobilnya. Tubuhnya
basah, ia terpaksa melanjutkan perjalanannya yang masih jauh dengan tubuh yang
basah karena ia tidak ada membawa baju ganti.
Adit sampai di rumah, kepalanya
sangat pusing seperti ada ribuan batu yang menimpa kepalanya. Adit mengetuk
pintu, pintu pun terbuka. Ia benar-benar tidak bisa menahan rasa sakit
dikepalanya. Sampai akhirnya ia pingsan dan jatuh ke arah Zalwa yang mebukakan
pintu untuknya.
***
Zalwa berjalan mondar-mandir di
ruang tamu, ia sangat khawatir karena pada saat itu Adit belum juga pulang.
Tidak biasanya Adit belum pulang selarut ini. Ia memutuskan untuk menghubungi
ponsel Adit, kekhawatirannya semakin besar karena ternyata ponsel Adit tidak
aktif, ia takut kalau terjadi sesuatu dengan Adit. Ia tetap menunggu di ruang
tamu, ia sama sekali tidak bisa tidur kalau suaminya belum pulang. Satu jam
kemudian ia mendengar suara ketukan pintu. Dengan segera ia membuka pintu dan
ia sangat terkejut karena tubuh Adit tiba-tiba jatuh ke hadapannya.
***
Adit membuka matanya, putih yang
terlihat, ia mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya masih terasa pusing,
tiba-tiba ia mendengar suara yang memanggilnya, suara itu jelas terdengar
seperti orang yang sangat mengkhawatirkan keadaannya.
“ Mas Adit,” seru Zalwa dengan
lembut. “ Kamu sudah bangun mas? Syukurlah kalau begitu”
Adit menoleh ke arah sumber suara
itu dengan perlahan-lahan. Ia melihat Zalwa yang sedang menatapnya dengan
lembut. Adit bisa merasakan tatapan Zalwa yang begitu mengkhawatirkannya. Ia juga
bisa melihat mata yang merah yang masih bersisakan air mata di mata Zalwa,
Zalwa menangis.
“ Mas Adit” Zalwa memanggilnya untuk
yang kedua kalinya.
“ Aku dimana?” tanya Adit
“ Kita di rumah sakit mas, tadi kamu
pingsan tidak sadarkan diri, kata dokter kamu hanya demam tinggi, ”
Adit hanya bisa mengingat kalau
terakhir ia melihat Zalwa membuka pintu dan tiba-tiba pandangannya menjadi
gelap.
***
Zalwa merawat Adit dengan penuh
kasih sayang. Ia selalu menyuapi Adit ketika makan, ia sama sekali tidak mau
meninggalkan Adit meskipun hanya sedetik. Adit telah memintanya untuk pulang,
agar Zalwa bisa istirahat di rumah dan sebagai gantinya ada suster yang bisa
merawatnya. Zalwa tetap saja menolak permintaan Adit. Ia akan terus merawat
Adit sampai ia sembuh.
“ Waktunya makan siang mas” ujar
Zalwa setelah suster keluar menghantarkan makan siang.
Adit merasakan sesuatu yang sangat
aneh di hatinya, perasaan ini tidak pernah muncul sebelumnya. Ia tidak pernah
melihat seseorang yang sangat mengkhawatir dan sangat mencintainya seperti
Zalwa. Ia merasakan kegembiraan ketika Zalwa selalu memperhatikannya.
***
Udara begitu sejuk, setelah seminggu
dirawat dirumah sakit akhirnya Adit bisa merasakan udara yang sejuk. Zalwa
membawa Adit pulang. Meskipun Adit sudah bisa pulang, tetap saja Adit belum
diperbolehkan untuk masuk kantor selama beberapa hari Kondisi Adit semakin membaik setelah ia beristirahat beberapa
hari di rumah. Ia memutuskan untuk segera masuk kantor karena telah banyak
kerjaan yang ia tinggalkan. Ketika Adit sampai di kantor, sekretarisnya
memberitahunya kalau selama ia tidak masuk ada seorang wanita yang selalu
datang mencarinya. Wanita itu bernama Sheila. Adit terkejut mendengar nama itu,
untuk apalagi Sheila mencarinya.
Zalwa merapikan tempat tidurnya dan
ia melihat ponsel Adit di atas meja,
“ Mas Adit pasti lupa membawanya,
dan sangat membutuhkan ponsel ini,” gumam Zalwa.
Akhirnya, Zalwa memutuskan untuk
menyusul ke kantor Adit, untuk memberikan ponsel itu.
Meja dipenuhi dengan kertas-kertas
yang berserakan, Adit tengah sibuk dengan pekerjaan yang selama ini ia
tinggalkan. Tiba-tiba telepon kantor yang ada di mejanya berdering.
“ Hallo pak Adit, ada yang ingin
bertemu dengan bapak,” ujar sekretarisnya.
“ Siapa?”
“ Mbak Sheila pak”
Adit terdiam sejenak, Sheila adalah
wanita yang selama ini tidak bisa dilupakannya. Seorang wanita yang telah
meninggalkannya demi pria yang lebih memiliki segalanya darinya.
“ Pak?” sahut sekretarisnya.
“ Ya, persilahkan saja untuk masuk”
Terdengar
suara ketukan pintu, Adit mempersilahkannya masuk, sosok Sheila terlihat
dibalik pintu, Adit begitu terkejut melihat Sheila yang selama ini telah
meninggalkannya. Wajah Sheila terlihat lembam, seperti ada bekas pukulan.
Sheila berjalan kearah Adit, tiba-tiba ia menangis dan memeluk Adit. Adit tidak
tega melihat Sheila menangis seperti itu. Ia membiarkan Sheila memeluknya
sampai akhirnya Sheila melepaskan pelukkanya.
“
Dit, aku menyesal telah meninggalkan kamu,” ujar Sheila sambil terus menangis.
“
Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?” tanya Adit heran.
“
Ternyata boy menikahi ku, bukan karena mencintaiku, ia hanya melihat dari paras
wajahku, setelah kami menikah ia selalu memukuliku, sampai akhirnya aku meminta
cerai kepadanya, awalnya ia tidak mau, setelah aku laporkan semua ini ke polisi
akhirnya ia dipenjara dan akhirnya mau menceraikan aku. Aku sadar kalau selama ini
ada pria yang sangat mencintai aku dengan tulus, pria itu adalah kamu, dan aku
baru sadar kalau aku masih mencintai kamu.” Jelas Sheila.
Adit
tidak menyangka kalau Sheila akan mengatakan itu semua, selama ini ia tidak
pernah bisa melupakan Sheila, tapi ada perasaan aneh yang muncul, ia langsung
mengingat Zalwa, ia sama sekali tidak mau megecewakan Zalwa, dan mebuat
senyumnya hilang. Bagaimana pun ia telah mempunyai istri. Dan pada saat itu
Adit menyadari kalau dia mencintai Zalwa. Wanita yang mencintainya dengan
tulus.
“
Maafkan Sheil, aku telah menikah, dan istri ku mencintai aku dengan tulus,
bukan karena harta.” Ujar Adit dan meninggalkan Sheila.
***
Zalwa
sampai ke kantor Adit, sebelum masuk Zalwa bertanya kepada sekretaris Adit,
apakah Adit ada di ruangannya.
“ Pak Adit ada di ruangannya?” tanya Zalwa.
“ Ada bu, tapi lagi ada tamu,” jawab
sekretarisnya.
“
Kalau begitu, aku akan menunggunya di depan ruangannya saja.” Zalwa langsung
berjalan ke arah ruangan Adit.
Sesampainya
Zalwa di depan ruangan Adit ia melihat pintu ruangan sedikit terbuka, ia
mencoba melihat ke dalam, siapa tamu yang sedang bertemu dengan Adit, mungkin
saja ia mengenalnya. Darah Zalwa mengalir dengan deras, Jantungnya berdegup
kencang, Hatinya seperti ada ribuan jarum yang menusuk ketika melihat Adit
berpelukan dengan seorang wanita. Dia mengenal wanita itu, ia pernah melihat
fotonya di dompet Adit, ketika mereka baru beberapa hari menikah, wanita itu
adalah wanita yang selama ini tidak bisa dilupakan Adit. Ia mengatupkan sebelah
tangannya untuk menutup mulutnya. Nafasnya seakan berhenti, ia tidak bisa menahan
tangisnya, isakan tangisnya segera pecah dibalik telapak tangannya. Ia berbalik
badan membelakangi pintu dan berjalan perlahan meninggalkan ruangan Adit.
***
Adit
sampai dirumah seperti biasa, ia mengetuk pintu. Saat ini yang ia rasakan
adalah ingin segera bertemu dengan Zalwa dan mengatakan bahwa ia sangat
mencintai Zalwa. Adit terus mengetuk pintu, tapi Zalwa tak kunjung membukakan
pintu. Adit memegang gagang pintu dan memutarnya, pintu terbuka. Ia segera
masuk ke dalam rumah dan mencari Zalwa, tapi ia sama sekali tidak menemukan
Zalwa. Yang ia temukan hanya secarik kertas yang berikan tulisan yang di bagian
bawah tulisan itu tertera nama Zalwa.
***
Zalwa
kembali ke rumah, ia belum bisa menghentikan tangisnya, hatinya seperti di
sayat oleh pisau yang sangat tajam, mungkinkah Adit masih mencintai wanita itu?
Dan sepertinya wanita itu juga masih mencintai Adit terlihat dari cara ia
memeluk Adit, Zalwa akan lebih bahagia apabila Adit bahagia dengan wanita yang
sangat dicintainya. Ia memutuskan untuk meninggalkan Adit, dan membiarkannya
bahagia dengan wanita yang sangat dicintainya. Tetapi sebelum ia pergi Zalwa
menuliskan surat untuk Adit.
Mas, maaf kan aku, aku harus pergi, aku akan
lebih bahagia apabila melihatmu dengan
wanita yang sangat kamu cintai hidup bahagia apabila kamu harus menjalani hidup
dengan ku tetapi kamu tidak bahagia, tadi aku datang ke kantor mu dan melihat
kamu berpelukkan dengan wanita yang selama ini tidak bisa kamu lupakan. kamu
tidak perlu merasa bersalah karena aku ikhlas dengan semua ini.
Air mata Adit meleleh membaca tulisan itu.
Kenapa Zalwa harus pergi disaat ia mulai mencintainya. Ini semua salah paham,
Adit segera mengambil ponselnya, tapi ia tidak menemukannya. Ia memutuskan
untuk menghubungi Zalwa melalui telepon rumah, tapi sayangnya ia tidak
mengingat no ponsel Zalwa. Ia segera bergegas mengeluarkan mobilnya untuk
mencari Zalwa kemana pun sampai akhirnya ia bisa menemukan wanita yang kini
sangat dicintainya itu. Rasanya sudah sekeliling kota Yogyakarta ia jelajahi, tapi
sama sekali ia tidak menemukan Zalwa.
***
Zalwa menapaki jalan trotoar di hadapannya, ia
sama sekali tidak fokus dengan jalan yang ia jalani. Tiba-tiba kakinya
tergelincir dan dari ujung jalan terlihat sepeda motor melaju dengan kencang
dan menyambar sedikit tubuh Zalwa. Zalwa terjatuh, ia sama sekali tidak
sadarkan diri karena kepalanya membentur aspal.
Zalwa
mebuka matanya perlahan, ia tidak tahu ia berada dimana, ia hanya bisa
mengingat kalau terakhir kali ia sedang berjalan di pinggir jalan terotoar dan
tiba-tiba kakinya tergelincir dan sebuah sepeda motor menyambarnya.
“
Kamu sudah sadar?” tanya seorang ibu.
“
Saya dimana? tanya Zalwa sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
“
Kamu berada di pantai asuhan. Tadi ibu menemukanmu tergelatak di pinggir jalan,
tidak ada satu pun orang disana, jadi ibu memutuskan untuk membawamu ke sini.
Nama kamu siapa? tanya ibu itu
“
Nama saya Zalwa bu, terima kasih bu karena telah menolong saya” jawab Zalwa
sambil tersenyum.
“
Nama ibu, Rahmi, ibu pengurus di pantai asuhan ini. Apakah kamu mempunyai
saudara disini, ibu tidak bisa menghungi saudaramu, karena kamu tidak memiliki
identitas apapun.”
Zalwa
terdiam sejenak, ia telah memutuskan, ia tidak akan menganggu Adit. Ia juga
baru ingat bahwa tas yang ia bawa yang berisikan identitasnya, ponselnya dan
tentu juga ponsel Adit hilang, ia tidak tahu kemana perginya tas itu. Dan ia
sama sekali tidak. Dan ia juga tidak mau meberitahu keluarganya kalau ia telah
meninggalkan Adit.
“
Tidak bu, saya tidak mempunyai siapa-siapa disini. Dan bolehkah saya tinggal
disini untuk membantu ibu megurus pantai asuhan ini?
Ibu Rahmi tersenyum, dan berkata “ Tentu saja”
***
Setahun
pun berlalu, Zalwa menjalani hari-harinya di pantai asuhan untuk mengurus
anak-anak disana. Semua orang yang berada di pantai asuhan telah di anggapnya
sebagai anggota keluarganya. Tetapi meskipun demikian Zalwa tidak akan pernah
melupakan Adit, karena mereka masih terikat dalam tali pernikahan, ia sangat merindukan
Adit. Tetapi ia tidak sanggup harus melihat Adit hidup dengan wanita lain.
Meskipun ia bahagia apabila Adit bahagia.
Adit
selalu memikirkan Zalwa, selama satu tahu Adit selalu mencari Zalwa, tapi
hasilnya nihil, dan selama setahun juga Zalwa tidak pernah menghubunginya. Ia
begitu merindukan Zalwa. Ia sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya
itu.
“
Pak,” Suara sekretarisnya mengejutkannya. “ Pencarian dana untuk Pantai Asuhan
Binar Kasih, telah selesai pak”
“
Iya, saya yang akan terjun langsung melihat keadaan pantai asuhan itu, karena
pak direktur sedang ada urusan keluar kota selama sebulan.”
“
Iya pak”
Adit
segera merapikan kerta-kertas yang berserakan di atas mejanya. Dan kemudian
pergi ke pantai asuhan bina kasih dengan sekretaris dan 2 orang rekan
kantornya.
***
Zalwa
sedang menyiapkan makanan yang sangat enak, karena kata bu Rahmi akan datang
staf kantor dan ditemani langsung oleh direkturnya yang akan menggalangkan dana
ke pantai asuhan mereka. Masakan Zalwa telah selesai ketika 2 mobil mewah
memasuki halaman pantai asuhan. ia segera menyiapkan masakannya di atas meja.
Zalwa tidak memutuskan untuk ikut menyambut tamu-tamu itu, karena yang berhak
menyambut mereka adalah bu rahmi dengan suaminya.
Zalwa
hanya bisa melihat dari jendela. Betapa terkejutnya Zalwa melihat sosok Adit
turun dari mobil mewah itu. Ia mengatupkan telapak tangannya ke mulutnya. Isak
tangisnya tertahan oleh telapak tangannya, ia sangat merindukan suaminya itu,
ingin rasanya ia berlari ke arah Adit dan memeluknya, tapi ia tidak mungkin
melakukan itu, karena mungkin saja Adit telah menjadi suami orang lain. Zalwa
hanya bisa melihat Adit dari kejauhan, ia sama sekai tidak berani memunculkan
dirinya di hadapan Adit.
“
Kami sangat berterima kasih karena perusahaan bapak mau membatu pantai asuhan
kami” sambung bu Rahmi.
“
iya bu, kami senang membantu” jawab Adit selaku manager.
“
Silahkan di makan makanannya pak, bu …” ujar bu rahmi dengan lembut ketika
mereka telah selesai berbincang-bincang.
Mereka
makan bersama di ruang makan, Adit dan rekan-rekan kerjanya sangat menikmati
makanan yang disajikan itu.
“
Enak sekali masakannya bu,” ujar sekretaris Adit. “ Ibu sangat pintar ya
memasak” sambungnya.
“
Oh, semua masakan ini bukan saya yang memasaknya, tapi Zalwa, salah satu
pengurus dipanti ini.” Sela ibu Rahmi.
Adit
tersedak mendengar nama Zalwa yang baru saja disebutkan oleh ibu
Rahmi.
“
Bapak tidak apa-apa pak?” tanya sekretarisnya sembari menyerahkan minum
kepadanya.
“
Tidak apa-apa,” jawab Adit cepat, ia sama sekali tidak mau membahas masalah
pribadinya di tengah urusan kantor.
Setelah
mereka makan bersama, Adit dan rekannya pamit untuk pulang karena masih banyak
kerjaan kantor yang harus mereka kerjakan. Ketika sampai di halaman, tiba-tiba
bola mata Adit menangkap sesosok wanita yang sedang mengamatinya, tetapi wanita
itu segera pergi ketika Adit melihatnya, wanita itu memakai kerundung sehingga
Adit tidak bisa jelas melihat wajahnya.
***
Adit memutar-mutar pena yang sedang
berada ditangannya, ia masih saja mengingat kejadian yang ada di pantai asuhan
yang sudah hampir seminggu. Apakah Zalwa yang disebutkan ibu Rahmi adalah Zalwa
yang selama ini dicarinya? Dan siapa wanita aneh yang mengamatinya dari jauh
itu? Tidak mungkin hanya ada satu nama Zalwa di dunia ini, tapi tidak tahu
kenapa Adit sangat ingin tahu seperti apa Zalwa yang telah memasakkan masakan
untuk mereka itu. Adit memutuskan untuk pergi mengunjungi panti itu, kali ini
ia akan pergi sendiri, tanpa ditemani oleh rekan-rekan kerjanya, dan ia juga
tidak memberitahukan kepada pihak panti bahwa ia akan datang.
Adit sengaja memakirkan mobilnya
jauh dari halaman panti, agar kedatangannya tidak diketahui secara langsung
oleh pihak panti. Adit membawa beberapa kantong yang berisikan roti yang akan
diserahkan oleh anak-anak panti. Adit berjalan ke arah panti, ia menaiki tangga
teras, suara anak-anak terdengar sedang belajar membaca, awalnya ia bermaksud
untuk turun kembali dan memutuskan untuk menunggu di bawah sampai anak-anak
selesai belajar, tapi tidak tahu kenapa kaki Adit tidak bisa berhenti
melangkah.
Adit menjatuhkan kantong plastik
yang dibawanya ketika ia melihat seorang wanita yang sedang mengajarkan
anak-anak panti membaca, jantungnya berdegup kencang, air matanya tidak terasa menetes. Akhirnya ia
bisa menemukan Zalwa yang selama ini ia cari. Rasanya ia ingin segera berlari
ke arah Zalwa dan memeluknya dengan erat. Wanita itu melihat Adit, dan bola
mata mereka berjumpa.
***
Zalwa menoleh ke arah pintu, ia bisa
menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya tanpa ia harus melihat ke
arah seseorang yang sedang memperhatikannya itu. Jantungnya berdegup kencang
ketika melihat Adit sedang menatapnya. Ia begitu merindukan Adit tapi ia tidak
tahu apa yang harus ia lakukan, apakah ia harus pergi untuk menghindari Adit,
tapi kali ini ia tidak bisa lagi untuk lari, karena Adit sudah terlanjur
melihatnya dengan jelas.
Adit
berjalan perlahan ke arah Zalwa, tanpa ada sepatah kata pun Adit terus menatap
Zalwa dengan bola matanya yang berwarna hitam. Kini Zalwa tepat berada di
hadapannya. Tanpa berkata apapun Adit memeluk Zalwa dengan erat, seakan-akan ia
tidak mau melepaskannya.
***
Zalwa
tidak bisa bergerak ketika Adit berjalan mendekatinya. Ia tidak tahu harus
berbuat dan berkata apa. Ketika Adit telah begitu dekat dengannya, ia bisa
merasakan tatapan Adit yang sangat berbeda kepadanya, ia terkulai lemas ketika
Adit memeluk tubuhnya, jantungnya semakin berdegup kencang, dan ia berusaha
untuk menahan tangisnya, tapi tetap saja ia tidak bisa menahannya.
“
Aku sangat mencintai kamu, wa, kamu jangan pernah pergi meninggalkan aku lagi
ya” ujar Adit sambil mengeratkan pelukkannya.
Zalwa
tidak bisa menjawab apa-apa, ia sangat tidak menyangka bahwa Adit telah mencintainya,
dan begitu sangat mencintainya, Zalwa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil terus menagis.
***
Bunga-bunga
ditaman panti sangat indah, kupu-kupu pun ikut menemani bunga-bunga yang
berayun-ayun sedang dihembus angin. Adit dan Zalwa duduk di bangku taman,
pemandangan yang begitu indah. Keduanya sama-sama membisu, dan Adit pun
memutuskan untuk mengakhiri kebisuannya.
“
Wa, selama setahun ini aku selalu mencari mu, kamu pergi dari rumah kita dan
tidak pernah lagi kembali, kamu sama sekali tidak pernah menghubungiku,
sebenarnya apa yang kamu lihat ketika di kantor itu semuanya salah paham” ujar
Adit, ia kemudian menjelaskan tentang kesalah pahaman itu dengan lemah lembut.
Mendengar
semua penjelasan Adit, Zalwa sangat merasa bersalah, ia sudah sangat bodoh
dalam mengambil keputusan, yang pada akhirnya keputusan itu telah meyiksanya
dan tentu saja juga menyiksa Adit.
“
Maafkan aku mas, aku sangat menyesal, dan aku tidak pernah menghubungi mu karena tasku yang
berisikan ponselku dan ponselmu hilang ketika setahun yang lalu aku mengalami
kecelakaan. Maafkan aku mas” ucap Zalwa sambil menagis.
Adit
segera memeluk Zalwa, ia sudah memaafkan Zalwa meskipun Zalwa tidak meminta
maaf, Adit sangat mencintai Zalwa dan ia berjanji kepada dirinya akan selalu
melindungi Zalwa dan terus menyayanginya. Begitu juga dengan Zalwa, ia sangat
mencintai Adit dan ia juga bejanji ia tidak akan mengulangi kebodohan yang sama
untuk meninggalkan Adit.
“
Aku tidak akan membiarkan kamu untuk meninggalkan aku lagi wa…” ujar Adit
sambil mengecup kening Zalwa.
THE
END